Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian kompak tidak mengaku menetapkan kenaikan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Jokowi justru mempertanyakan kenaikkan signifikan pada tarif penerbitan STNK dan BPKB hingga tiga kali lipat, yang mulai berlaku 6 Januari mendatang yang dianggapnya membebani masyarakat. "Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution setelah menerima arahan dalam rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Rabu (4/1) kemarin.
Pada 2 Desember 2016, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Polri. Menurut PP tersebut PNBP yang berlaku di antaranya Surat Izin Mengemudi (SIM), Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan surat-surat lain terkait kendaraan bermotor yang jumlah keseluruhan mencapai 12 jenis.
Darmin menyampaikan, pada prinsipnya Jokowi menyebut pengenaan tarif tinggi untuk PNBP yang dipungut oleh Kementerian dan Lembaga bertujuan untuk meningkatkan pelayanan operasional. Namun, Darmin mengatakan, penetapan tarif merupakan kewenangan Kementerian Keuangan sebagai perumus serta Polri sebagai pemungut tarif.
Ada pun Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan tarif hingga 3 kali lipat itu bukan usulan langsung dari Kementerian Keuangan melainkan hasil pertimbangan dari usulan yang diajukan oleh Polri.
"Untuk masalah SIM ini dari Polri termasuk yang terakhir, biasanya untuk seluruh BLU kita membuat memang review setiap saat, apakah tarifnya sesuai atau tidak, bukan dari Kemenkeu," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, sudah tujuh tahun biaya pengurusan kendaraan bermotor belum mengalami kenaikan. Untuk itu, butuh penyesuaian dari pemerintah pada tahun ini. Penyesuaian ini juga dilakukan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Menurut Sri Mulyani, dirinya memang menandatangani surat keputusan kenaikan biaya pengurusan surat-surat kendaraan. Hanya saja, keputusan tetap dibahas bersama Polri.
Sementara Tito Karnavian menyatakan, kenaikan biaya tersebut bukan inisiastif dari Polri tapi berdasarkan kebijakan dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kenaikan ini bukan dari Polri, tolong dipahami. Kenaikan itu karena temuan BPK," kata Tito di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/1).
Tito menjelaskan, terkait temuan BPK, pertama BPK menyatakan bahwa harga material untuk STNK dan BPKB sudah naik dan sejak lima tahun lalu belum ada kenaikan. Kemudian, kata dia, bila dibandingkan negara lain, kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB ini masih terbilang rendah.
"Sehingga perlu dinaikkan karena daya beli masyarakat juga meningkat. Ini kan bisa menambah penghasilan negara," katanya.
Menurutnya, penghasilan negara bukan pajak ini akan digunakan untuk membayar harga kenaikan bahan menutupi harga kenaikan bahan dan untuk memberikan pelayanan sistem yang lebih baik yaitu sistem online untuk pengurusan SIM, STNK, dan BPKB.
Sumber: Rimanews
Sumber: Rimanews
0 Response to "Presiden Jokowi Menanyakan Kenaikan Tarif Urus STNK dan BPKB, Blunder Komunikasi (Lagi)??"
Post a Comment